PANDEGLANG, KabarXXI.Com – Di tengah bangkitnya perekonomian masyarakat Indonesia yang terpuruk karena pandemi Covid-19, Dana Desa (DD) yang dikucurkan oleh pemerintah pusat, dengan persentase sekitar 40 persen peruntukan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari anggaran yang diterima semua desa.
Pihak Yudikatif harus berani memanggil dan memeriksa desa-desa yang terindikasi adanya pungutan liar atau potongan BLT oleh oknum-oknum di tingkat desa, juga terkait anggaran paralegal yang dikelola oleh desa.
Salah seorang aktivis Gerakan Masyarakat Peduli Pembangunan Pendeglang (GMPP), Arip Wahyudin atau yang akrab disapa Ekek mengatakan, pihaknya merasa miris dengan kondisi yang terjadi saat ini, seperti yang terjadi, bahkan viral di beberapa media online, tentang dugaan pemotongan BLT di wilayah Kecamatan Koroncong, Kabupaten Pandeglang.
“Dugaan potongan atau pungli yang merebak di wilayah tersebut pada program BLT yang bersumber dari DD, diduga telah terjadi, dan diduga dilakukan oleh oknum perangkat desa,” ujar Ekek kepada awak media di Sekertariat GMPP, Jumat, 13 Mei 2022.
Ekek mengatakan, salah seorang warga merasa kebingungan karena BLT yang diterimanya tidak sama dengan tetangganya, yaitu hanya senilai Rp.600 ribu , sementara tetangganya yang lain menerima Rp.900 ribu.
“Dugaan pemotongan tersebut dilakukan oleh oknum perangkat desa, akan tetapi dalam hal tersebut secara logika para oknum tidak akan melakukan hal-hal yang diharamkan secara aturan tanpa diketahui atau tidak menutup kemungkinan direstui pemilik kebijakan setempat, atau dalam hal ini diduga Kepala Desa (Kades),” ujarnya.
Untuk itu, pihaknya meminta kepada pihak Yudikatif dalam hal ini Kepolisian dan Kejaksaan harus mengusut tuntas akan peristiwa yang terjadi.
“Walaupun dari informasi yang berkembang telah dikembalikan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM), tetapi dugaan pelanggaran pidana telah terjadi, maka kenapa tidak untuk diproses secara hukum,” ucapnya.
Ia menambahkan, untuk anggaran paralegal atau anggaran yang diperuntukan pada kegiatan bantuan hukum di desa masing-masing.
“Bagaimana penggunaanya karena selama ini tidak sedikit masyarakat desa yang membutuhkan bantuan hukum dalam berbagai hal, seperti masyarakat yang akan mengurus perceraian di Pengadilan Agama, jangan sampai hal-hal seperti ini membingungkan masyarakat, apalagi di tingkat ekonomi lemah,” sahutnya.
Reporter: Asep S