Debt Collector Suruhan Leasing SMS Finance Tarik Paksa Kendaraan di Bangka Tengah, Begini Kata Praktisi Hukum

Babel, kabarxxi.com – kelanjutan pemberitaan penarikan dengan cara Perampasan satu unit kendaraan Suzuki carry Pick Up dengan nomor Polisi BN 8260 PC warna hitam Tahun 2019 oleh oknum debt collector diduga suruhan Leasing SMS finance, tentunya membuat resah bagi Mardi Selaku Orang yang Sedang Melakukan Perjalanan dengan mobil dalam proses kredit di PT SMS finance

Seperti di Berita kan sebelumnya, Dalam Pemberitaan dan beberapa Media online baik lokal maupun nasional, terjadinya Penarikan Secara Sepihak yang di lakukan Oleh Debt Collector yang diduga suruhan leasing SMS finance yang ber-alamat desa beluluk, kecamatan pangkalan baru, kabupaten Bangka Tengah, provinsi Bangka Belitung

Saat di konfirmasi Oleh Awak media Kepada Pihak PT SMS Finance Senin 25 februari 2024, mengatakan

“memang Benar Kejadian Penarikan unit Mobil Suzuki carry pink up bernopol BN 8260 PC Warna Hitam Tahun 2019 Telah di Aman kan oleh team external. Di mana tunggakan oleh Debitur atas nama Reni sudah masuk ke dalam ranah Pihak ke tiga, yang mana persoalan Tentang Kewenangan Penarikan ada di pihak ke tiga,” terangnya.

Saat Disinggung, Apa tanggapan dari Pihak PT SMS Finance setelah Mendapati adanya pemberitaan dari sejumlah media online tentang Penarikan yang terjadi di jalan

Listiawan Selaku kepala cabang PT SMS Finance mengatakan

“Mereka sudah melakukan Penarikan Secara Prosedur, meskipun dilakukan dengan cara memberhentikan unit tersebut di pinggir jalan, “ucapnya

Tindakan Melawan hukum dengan cara penarikan secara paksa dan perampasan Yang Di lakukan Oleh Debt Collector diduga suruhan leasing SMS Finance

Praktisi Hukum Sulastio SH, MH menerangkan “Bahwa Secara Prosedur Hukum, penarikan kendaraan unit Mobil yang kreditnya bermasalah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. UU tersebut menerangkan bahwa fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda

Selanjutnya dalam Pasal 15 disebutkan bahwa dalam Sertifikat Jaminan Fidusia dicantumkan kata-kata DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri

Berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 42 Tahun 1999 khususnya Pasal 15, terdapat perbedaan penafsiran terkait dengan proses eksekusi atau penarikan jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila kreditnya bermasalah. Sebagian menafsirkan bahwa proses penarikan kendaraan bermotor harus lewat pengadilan, namun sebagian menganggap bahwa berdasarkan wewenang yang diberikan oleh UU maka dapat melakukan penarikan sendiri atau sepihak, dan hal inilah yang kemudian terjadi di masyarakat penarikan paksa kendaraan bermotor oleh debt collector, “terangnya

Pada tahun 2019 keluar lah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, dengan harapan terjadi keseragaman pemahaman terkait eksekusi jaminan fidusia pada umumnya dan khususnya penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah, dengan amar putusan sebagai berikut:

  1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian
  2. Menyatakan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “kekuatan eksekutorial” dan frasa “sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap
  3. Menyatakan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “cidera janji” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “adanya cidera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji
  4. Menyatakan Penjelasan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “kekuatan eksekutorial” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap
  5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
  6. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.
    Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut di atas, ternyata praktik penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah masih terjadi perbedaan penafsiran dalam proses eksekusinya, sebagian berpendapat bahwa semakin jelas eksekusi atau penarikan wajib melalui pengadilan, sementara sebagian yang lain menganggap bahwa eksekusi atau penarikan boleh dilakukan langsung oleh pihak kreditur ataupun melalui debt collector sepanjang telah ada kesepakatan terkait cidera janji dan kesepakatan penyerahan jaminan fidusia atau kendaraannya

Berdasarkan informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa eksekusi atau penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah masih terdapat perbedaan pendapat terkait teknis pelaksanaannya walaupun telah ada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019. Namun ada hal-hal yang telah disepakati bahwa proses eksekusi atau penarikan kendaraan oleh debt collector harus dilengkapi dengan Adanya sertifikat fidusia, Surat kuasa atau surat tugas penarikan, Kartu sertifikat profesi dan Kartu Identitas, “jelasnya Sulastio SH. MH

Himbauan Oleh Praktisi Hukum Sulastio SH, MH ini Menyampaikan Pesan Lewat Media online supaya jangan sampai Debt Colector Berbuat Semena mena Kepada Debitur

Saat Berita ini Di Publikasikan Awak Media Masih Berupaya Mengkonfirmasi Ke Pihak APH. Tentang Keresahan Masyarakat Dengan Tindakan melawan Hukum Oleh Seorang Debt Colector.

Reporter: Syahrial

Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *