Sumbar, Kabarxxi.com – Stasiun Lambuang rencananya akan diresmikan Rabu, tanggal 6 Maret 2024, oleh Menteri BUMN. Namun, sejumlah pedagang yang rencananya akan dipindahkan ke stasiun Lambuang menuai polemik dikarenakan mereka merasa dicurangi.
Salah seorang pedagang dari Jalan Perintis Zul Muhammad Natsir mengungkapkan kepada awak media bahwa setelah mendapatkan lot dan didapat zona 1, lokasi tersebut belum rampung.
Rombongan kami adalah rombongan baso goreng sebanyak 8 orang, nasi goreng dan pecel lele, no liat ini disatukan dalam satu gelas dan kami mendapatkan satu tempat di zona 1, sedangkan para pedagang berharap ingin mendapatkan tempat di zona .
Lanjut dikatakannya, karena zona 2 ini tempatnya strategis, fasilitasnya lengkap, memiliki tenda ada panggungnya dan dekat dengan parkiran pariwisata, otomatis pengunjung akan fokus ke zona 2.
“Namun karena kami sudah disetting, kami tidak ada harapan untuk bisa berada di zona 2, kenapa kami kurang cocok di zona 1? Karena kanopi atau tenda tidak ada, selanjutnya disaat hujan tempat kami akan basah, jika panas akan terkena sinar matahari,” tutur Ijul panggilan akrabnya sehari-hari.
Dikatakannya lagi masalah yang ditakutkan pedagang yang adalah tenda tersebut akan dibangun ditahun 2025, itu janji Pemda.
“Jadi selama 1 tahun itu kita ngapain, dengan hanya perlindungan payung, sedan ditempat kami berjualan nanti di container itu apabila hujan, air akan masuk, dan fisik bangunan itu terkesan dipaksa, kami diharuskan mendaftar itu ditelfon secara mendadak sekitar jam 16.30 sore, dan bagi yang tidak mendaftar tidak bisa loting.
Selanjutnya katanya lagi, dan bagi yang tidak ikut liat tempatnya akan hangus dan persyaratan untuk mengikuti lot yakni KK, KTP, foto 3 kali 4 dan materai dan materai ini kami diminta untuk menandatangani.
“Bangunan terkesan dipaksa dan
bagi pedagang yang tidak bisa mendaftar tidak bisa loting, besok nya ditelfon kembali dengan jam yang sama sekitar 16.30 WIB, yang tidak menjemput tempat untuk pencabutan loting tempatnya akan hangus, jadi terjadilah disini kegelisahan pedagang,” ungkapnya pada rekan media di Kantor PWI Bukittinggi pada Minggu, (3/3/2024).
Selanjutnya dipaparkannya lagi tidak ada tanya jawab, sosialisasi hanya langsung dibuka acara hari ini kita loting, loting akan dibagi, lalu kami dipisah menjadi 2 kelompok dan dilakukanlah loating ini tanpa ada tanya jawab.
“Saya pribadi, Zulkifli Muhammad Natsir merasa dibawah tekanan dan dizalimi dan informasi di lapangan ada beberapa pedagang mengatakan ada pedagang penyeimbang sebanyak 34 stand yang berada di zona 1 dan 2 dan saya merasa ini sudah dikondisikan,” urainya lagi.
Ijul menambahkan, ia mendengar kabar ada pedagang penyeimbang yang akan masuk adalah pengusaha pengusaha yang ternama yang memiliki modal banyak, dan yang buat sedih adalah ada beberapa pedagang sekitar 10 orang dijalan Perintis Kemerdekaan dan 10 orang di Jalan M.Syafei tidak mendapatkan tempat.
“Dan saya juga tadi bertanya dengan Bapak Walikota kenapa terjadi seperti ini loting nya seperti disetting sedangkan ada beberapa pedagang yang bukan dari pedagang stasiun dan bukan dari penjara lama malah mendapatkan tempat, kemudian jawaban dari Walikota yang membuat hati saya sakit adalah adalah Wako mengatakan Pemda berhak memasukkan siapa saja,” jelasnya lagi sambil menahan sedih.
Ditambahkannya, sedangkan waktu itu Kadis Pasar mengatakan tidak ada pedagang luar dari penjara lama yang bisa masuk kedalam Stasiun Lambuang.
Ditempat yang berbeda Ketua Peserta Hukum Negara Lembaga Missi Reclasseering Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Barat, Sutan Hendy Alamsyah, mencurigai ada sejumlah pedagang kuliner papan atas yang mendapat fasilitas menempati lokasi baru meski mereka selama ini tidak pernah beraktifitas di sana.
Sementara itu, saat dikonfirmasi awak media, Kepala Dinas Koperasi dan Perdagangan Kota Bukittinggi menjelaskan ada 34 pedagang baru yang akan menempati pasar kuliner Stasiun Lambuang. Mereka kami tempatkan di zona II sebagai bentuk penyeimbang.
Lalu penyelesaian polemik relokasi pedagang ke Stasiun Lambuang ini, menurut masyarakat Bukittinggi yang juga politisi muda dan praktisi hukum, Dr (c). Riyan Permana Putra, SH, MH adalah butuh bantuan semua pihak, jika hanya Pemerintah Kota Bukittinggi saja, persoalan ini bisa berlarut dan tidak selesai.
Riyan Permana Putra yang juga perintis Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum (PPKHI) Sumatera Barat mengatakan perlu dilakukan mediasi dan koordinasi dengan pedagang untuk membicarakan permasalah Stasiun Lambuang. Mediasi dan koordinasi penting agar persoalan dapat diselesaikan secepatnya.
Segera lakukan mediasi dan koordinasi dengan Diskoperindag untuk mencari solusi. Harapannya, tidak ada pihak yang dirugikan nantinya, harapnya.
Menurutnya, untuk saat ini dibutuhkan duduk bersama dan koordinasi lebih antarpihak. Sehingga bisa menyelaraskan keinginan pemerintah dan keinginan masyarakat pedagang terdampak, imbuhnya.
Dirinya (Riyan Permana Putra) meyakini bahwa segala persoalan yang terjadi akan bisa diselesaikan kalau semua pihak menjadi satu tanpa egosentris masing-masing. Baik pedagang, Diskoperindag, kepala pasar, ataupun pihak lainnya.
“Kalau semuanya bersatu, insyaallah, masalah ini akan segera selesai,” pungkasnya.
Selain itu Riyan Permana Putra berharap agar dinas terkait untuk menyelesaikan payung hukum. Hal ini agar tak terjadi polemik saat nantinya pedagang pindah menempati Stasiun Lambuang. Terlebih, pembangunan Stasiun Lambuang merupakan proyek strategis. Sehingga butuh keterlibatan antar pemangku kepentingan.
Menurutnya, payung hukum tersebut diperlukan karena telah memasuki ranah hukum administrasi negara.
Payung hukum tersebut sekaligus untuk memastikan keabsahan data pedagang yang memang betul-betul mendapatkan jatah tempat di pasar baru tersebut.
Menanggapi hal itu, Riyan Permana Putra mendorong Diskoperindag bersama Bagian Hukum untuk menyusun perwali dan diajukan ke Kemendagri. Regulasi lebih memangkas waktu dibandingkan dengan menyusun perda. Sehingga payung hukum berupa perwali bisa menjadi landasan hukum terkait proses pemindahan pedagang.
“Soalnya urusan administrasi masih belum rampung apabila hendak dibuatkan perda. Jadi untuk sementara bisa menggunakan perwali dengan persetujuan Kemendagri. Itu sudah cukup kuat untuk pemindahan pedagang ke Stasiun Lambuang,” tandasnya.
Riyan Permana Putra juga menyinggung peran aktif ombudsman dan DPRD. Riyan menyebut ombudsman dan DPRD bisa aktif menerapkan prinsip check and balances.
Ombudsman dan DPRD dapat langsung melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, yang tengah dihadapi masyarakat. Hal ini sebagai bentuk pelaksanaan tugas Ombudsman sebagaimana Pasal 17 UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI.
Serta DPRD bisa melakukan hak pengawasan hingga hak interpelasi, yaitu merupakan hak
DPRD untuk meminta
keterangan kepada kepala daerah
mengenai kebijakan pemerintah
daerah yang penting dan strategis
serta berdampak luas pada
kehidupan masyarakat dan
bernegara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 27
tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD
dan DPRD.
Selain itu Riyan Permana Putra juga mengungkapkan kepada media ini bahwa masyarakat dapat membuat laporan pengaduan tentang dugaan mal administrasi pada proses relokasi pedagang ke Stasiun Lambuang.
Nanti Ombudsman akan memita kepada pejabat terkait tentang dasar hukum dilakukannya tindakan relokasi pedagang ke Stasiun Lambuang, terangnya.
Ombudsman juga menanyakan status kepemilikan stand atau kios, yang ditempati pedagang dan alasan pemindahannya, jelasnya.
Tak hanya itu, Ombudsman diduga akan mempertanyakan tahapan- tahapan yang sudah dilakukan oleh dinas perdagangan, koperasi dan UMKM dalam proses pemindahan pedagang ke Stasiun Lambuang, lanjutnya.
Riyan Permana Putra mengharapkan pula kebijakan pemda merelokasi pedagang ke Stasiun Lambuang jangan mengabaikan partisipasi dari masyarakat. Negara Indonesia memegang prinsip bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kedaulatan rakyat haruslah berlandaskan pada semangat kekeluargaan dan musyawarah. Para pendiri bangsa tidak menghendaki sistem yang bercorak individualis dan hanya mempertimbangkan kelas sosial. Secara teknis, kedaulatan rakyat dalam pengambilan kebijakan dapat dilakukan melalui dengar pendapat masyarakat yang mana mencerminkan kehendak umum dan merupakan kedaulatan tertinggi. Dan ini sesuai dengan jargon Musyawarah dalam Bekerja wako terpilih dalam kampanye terdahulu.
Rencana relokasi Pedagang ke Stasiun Lambuang setidak-tidaknya harus berpegang pada beberapa hal penting diantaranya:
Kejelasan Tujuan
Pemda harusnya menyampaikan urgensi relokasi sehingga tidak menimbulkan kebingungan bagi pedagang terdampak.
Keterbukaan
Rencana relokasi harus dilakukan secara terbuka sehingga masyarakat khususnya pedagang terdampak memiliki kesempatan yang luas untuk terlibat mulai dari tahapan perencanaan hingga pelaksanaan termasuk mengakses dokumen yang berkaitan dengan rencana relokasi tersebut.
Partisipatif
Rencana relokasi harus memperhatikan aspirasi kebutuhan dan harapan dari masyarakat khususnya pedagang terdampak.
Melihat dari berbagai pemberitaan, kami (Riyan Permana Putra) sangat menyayangkan kebijakan Pemda yang diduga tergesa-gesa dan diduga mengabaikan beberapa hal di atas.
Selanjutnya kami berpandangan bahwa kebijakan untuk merelokasi Pedagang ke Stasiun Lambuang diduga sangatlah tidak tepat karena :
Pertama, dilakukan menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri, dimana kondisi ekonomi pedagang masih terpuruk dan belum pulih dari pandemi Covid-19 yang telah memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap sektor kesehatan dan perekonomian rakyat. Sebagai salah satu daerah yang menggantungkan pendapatannya dari aktifitas parawisata, Bukittinggi menjadi daerah yang turut terdampak. Di tengah situasi tersebut maka kurang tepat apabila para pedagang harus direlokasi ke Stasiun Lambuang di saat mereka sedang mencoba untuk merangkak memperbaiki perekonomiannya.
Kedua, Kebijakan relokasi yang mempertaruhkan perekonomian rakyat kecil. Rencana relokasi terhadap pedagang ke Stasiun Lambuang secara langsung akan mengubah pola aktifitas ekonomi para pedagang serta aktifitas rakyat lainnya yang selama ini sudah lama mencari nafkah di tempat terdahulu. Dalam rencana relokasi ini akan menempatkan nasib pedagang sebagai taruhannya, selain dampak pandemi terdahulu para pedagang juga harus menghadapi berbagai permasalahan baru yang mungkin belum pernah ditemui sebelumnya dan berpotensi membuat pemiskinan struktural bagi para pedagang.
Ketiga, tidak boleh mempersempit ruang partisipasi masyarakat. Dalam membuat kebijakan relokasi tersebut Pemerintah harus membuka ruang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Pedagang dan lain sebagainya menjadi bagian penting juga untuk terlibat. Pelibatan tersebut diharapkan menjadi landasan yang baik dalam menciptakan kebijakan, serta memastikan adanya implentasi yang lebih efektif karena pedagang dan elemen masyarakat lainnya terlibat.
Keempat, rencana relokasi Pedagang yang diduga tergesa-gesa pada akhirnya berpotensi mengabaikan hak asasi manusia. Hak-hak yang dilanggar diantaranya :
- Pelanggaran hak hidup sebagaimana diatur dalam Pasal 28 A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Pelanggaran terhadap standar penghidupan yang layak sebagaimana diatur dalam Pasal 11 angka (1) Kovenan Ekonomi Sosial Budaya yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya.
- Pelanggaran terhadap hak atas penghidupan yang layak sebagaimana diatur dalam Pasal (9) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
- Pelanggaran hak untuk turut serta dalam perlindungan, penegakan dan pemajuan hak asasi manusia sebagaiman diatur dalam Pasal 100 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dari beberapa alasan di atas Riyan Permana Putra bersama Lembaga Bantuan Masyarakat (LBH) Bukittinggi menyatakan sikap sebagai berikut:
- Mendesak pemda untuk melakukan penundaan/penghentian rencana relokasi terhadap para pedagang ke Stasiun Lambuang dan meninjau ulang kebijakan tersebut;
- Mendesak pemda untuk membuka akses informasi yang transparan dan membuka akses partisipasi seluas-luasnya terkait rencana relokasi Pedagang ke Stasiun Lambuang;
- Menuntut kehadiran negara dalam hal ini pemda untuk memberikan pemenuhan terhadap hak ekonomi, sosial dan budaya bagi para pedagang yang terdampak pemindahan ke Stasiun Lambuang.
- Menuntut kehadiran negara dalam hal ini pemda untuk memberikan penghormatan dan perlindungan terhadap segala aspirasi terkait isu relokasi pedagang ke Stasiun Lambuang.
- LBH Bukittinggi membuka Rumah Aduan sebagai wadah yang akan menyerap segala aspirasi dan aduan terhadap kebijakan-kebijakan yang berpotensi merugikan masyarakat.
Reporter: Ismed Badun