Surabaya, Kabarxxi.com – Pemkot Surabaya menerapkan pembayaran non tunai pada seluruh titik parkir di tepi jalan umum (TJU). Aturan baru ini dinilai lebih jelas dan transparan. Sehingga, meminimalkan permainan setoran yang dilakukan oleh sejumlah oknum yang mengakibatkan kebocoran pendapatan asli daerah (PAD).
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, total parkir TJU di Kota Pahlawan ada sekitar 1.370 titik.
Dia telah mengerahkan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya untuk menyosialisasikan tahap awal kebijakan ini. Namun, justru mendapat penolakan oleh Paguyuban Juru Parkir Surabaya (PJS) di Jalan Tunjungan atas skema yang ditawarkan pemkot.
“Saya mendapatkan laporan bahwa paguyuban merasa kurang dengan sistem bagi hasil parkir 60 dan 40 persen. Dimana dari pendapatan 40 persen itu, 35 persen untuk juru parkir (jukir) dan 5 persennya untuk kepala pelataran (katar),” kata Cak Eri.
Dia menyebut, PJS belum memahami arah kebijakan parkir non tunai dari pemkot. Padahal, menurut dia, skema pembayaran non tunai justru akan menaikkan pendapatan jukir karena cara itu dinilai lebih jelas dan transparan.
“Saya menerapkan (sistem) parkir dengan QRIS atau parkir berlangganan ini untuk menaikkan pendapatan mereka secara jelas. Jadi kalau dia (jukir, Red) dapat 40 persen di wilayah itu, misalnya pendapatannya Rp 1 juta, maka dia bisa membawa pulang Rp 400.000 per hari,” terang Eri.
Menurut dia, dengan model parkir non tunai, maka pendapatan jukir tidak perlu lagi dipotong-potong oleh pihak lain.
Seperti misalnya adanya dugaan pemotongan dari oknum dishub atau pihak lain yang melakukan pungli.
Sebab, setiap pendapatan jukir ke depan akan langsung masuk ke dalam rekening masing-masing tanpa potongan dari pihak yang tak bertanggungjawab.
“Jelas kan, tidak dipotong-potong. Nah, dengan model parkir berlangganan atau non-tunai seperti QRIS atau voucher, saya ingin memastikan satu orang (jukir) dapat berapa. Kalau begini kan jelas, dapat Rp 400 ribu, dapat Rp 300 ribu. Jadi siapa yang bermain kelihatan nanti,” tegasnya.
Cak Eri tidak mempermasalahkan apabila PJS menolak rencana pembayaran parkir melalui sistem non tunai. Sebab, yang bertugas untuk menjaga kendaraan parkir adalah jukir, bukan paguyuban.
Orang nomor satu di Surabaya itu akan berkomunikasi lebih lanjut bersama jukir.
“Paguyuban menolak ya tidak apa-apa, jukirnya kan tidak. Jukirnya yang jalan, nanti paguyuban kita ajak bicara. Surabaya kan selalu bermusyawarah,” katanya.