Bateng, kabarxxi.com – Baru saja diresmikan, Jembatan Sungai Kelintang di Jalan Gang Sempit, Kecamatan Pangkalanbaru, kini justru menuai sorotan tajam. Jembatan yang diresmikan langsung oleh Bupati Bangka Tengah, Algafry Rahman, pada Jumat (12/12/2025)—bersamaan dengan peringatan Hari Bakti PU ke-80—diduga menyimpan persoalan serius yang luput dari sorotan seremoni.
Jembatan yang disebut sebagai akses vital penghubung Desa Padang Baru dan Desa Benteng itu, berdasarkan hasil investigasi media di lapangan, menyisakan tumpukan batu yang diduga kuat merupakan material bekas pembongkaran jembatan lama.
Batu-batu tersebut dibiarkan menumpuk di sisi dan badan Sungai Kelintang, tanpa penataan maupun pembersihan pasca-pekerjaan. Akibatnya, alur sungai tampak menyempit, aliran air tidak lagi leluasa, dan berpotensi menimbulkan dampak serius saat debit air meningkat.
Kondisi ini memunculkan dugaan kuat bahwa pekerjaan proyek dilakukan tanpa perhitungan matang terhadap fungsi sungai, bahkan cenderung mengabaikan keselamatan lingkungan dan masyarakat sekitar.
Tak berhenti di situ, temuan lain yang tak kalah mengkhawatirkan adalah dinding bangunan jembatan yang terlihat berlubang di beberapa titik mengisyaratkan mutu yang diduga bermasalah.
Lubang-lubang tersebut memperlihatkan agregat kasar, seolah proses pengecoran tidak dilakukan dengan standar teknis yang semestinya. Fakta ini memunculkan dugaan bahwa mutu konstruksi tidak sesuai spesifikasi dan membuka ruang spekulasi adanya pengurangan kualitas pekerjaan.
Kondisi fisik bangunan yang sudah menunjukkan cacat fisik meski baru diresmikan ini memperkuat dugaan adanya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam pelaksanaan proyek bernilai Rp2,321 miliar yang bersumber dari APBD Bangka Tengah Tahun 2025.
Secara hukum, dugaan ini berpotensi melanggar UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, yang mewajibkan penyedia jasa menjamin mutu, keamanan, dan keselamatan bangunan. Selain itu, penimbunan batu bekas bongkaran di badan sungai dapat melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Jika terbukti ada penyimpangan anggaran atau pengurangan spesifikasi, maka perbuatan tersebut dapat dijerat UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ironisnya, semua temuan ini muncul tak lama setelah peresmian dilakukan. Hal ini menimbulkan pertanyaan keras di publik: apakah jembatan ini diresmikan setelah benar-benar layak secara teknis, atau sekadar mengejar agenda seremonial?
Upaya konfirmasi akan dilakukan kepada PPK Dinas PU Bangka Tengah dan kontraktor pelaksana CV Karya Koba Jaya. Agar berita selanjutnya berimbang dan layak menjadi asumsi publik.
Dengan kondisi tersebut, publik mendesak audit teknis independen dan penyelidikan aparat penegak hukum. Jembatan yang menjadi nadi penghubung dua desa tidak seharusnya meninggalkan lubang pada bangunanny dan lubang kepercayaan di mata masyarakat. (red*/jml)






