Opini  

Kisah Organisasi yang Tersesat

Kisah Organisasi yang Tersesat
Ilustrasi

Kabarxxi.com- Rapat boleh tiap minggu, notulen boleh tebal setumpuk, tapi kalau perjuangan hilang, organisasi hanya jadi sekumpulan orang yang gemar rebutan kursi dan konsumsi. Beginilah kisah organisasi yang tersesat: benderanya masih berkibar, tapi arah perjuangannya sudah raib entah ke mana.

Organisasi itu lahir biasanya penuh semangat. Visi-misi ditulis panjang kayak ayat cinta, penuh kata-kata besar: keadilan, kesejahteraan, perubahan, blablabla. Tapi semakin lama, visi-misi itu hanya jadi hiasan AD/ART.Program kerja jalan di tempat, perjuangan menguap, dan yang tersisa hanyalah rapat demi rapat.

Lalu, apa saja ciri organisasi yang sudah kehilangan arah? Yuk, mari kita bedah satu per satu.

Tujuan Sudah Kabur

Awalnya semua terlihat mulia. Visi-misi dibacakan lantang, bikin merinding kayak dengar lagu kebangsaan. Tapi makin lama, tujuan itu cuma jadi teks pajangan. Anggota pun bingung: organisasi ini sebenarnya mau ke mana? Jawabannya sering absurd: “Yang penting ada acara, ada foto, ada story Instagram.”

Kepentingan Pribadi Lebih Menonjol

Di atas kertas, organisasi berdiri untuk kepentingan bersama. Di lapangan, yang diperjuangkan justru kepentingan segelintir orang. Jabatan jadi rebutan, proyek jadi bahan tawar-menawar. Kalimat sakral pun keluar: “Kita ini kan keluarga, jadi utamakan orang dalam dulu.” Lah, rakyatnya kapan?

Solidaritas dan Semangat Anggota Merosot

Organisasi tanpa semangat itu ibarat warteg tanpa sambal: hambar. Dulu anggota rela kumpul meski harus iuran, sekarang banyak yang sibuk alasan. Ada yang bilang kerja, ada yang bilang kuliah padat, padahal aslinya main mobile legends di basecamp sebelah.

Solidaritas pun tinggal nama. Kalau ada kegiatan penting, banyak yang mendadak hilang. Tapi giliran acara sosialisasi semua muncul. Jiwa korsa akhirnya sebatas duit transport.

Program Tidak Relevan

Program organisasi kadang bikin geleng kepala. Misalnya, organisasi pemuda yang katanya mau memberdayakan desa malah sibuk bikin “Malam Keakraban” di villa.

Lebih parah, program sering hanya copy-paste dari tahun lalu. Tanpa evaluasi, tanpa inovasi. Yang penting ada acara, ada dokumentasi. Rakyat? Masih menunggu, entah sampai kapan.

Hilangnya Integritas

Integritas adalah fondasi. Begitu rapuh, organisasi bisa ambruk. Dulu teriak “anti korupsi!”, sekarang jago memoles laporan pertanggungjawaban. Nota fotokopi bisa jadi biaya ATK berjuta-juta, kwitansi parkir bisa disulap jadi sewa gedung.

Yang miris, semua dianggap wajar. “Namanya juga organisasi,” begitu kata mereka.

Krisis Kepemimpinan

Pemimpin yang jelas arah bisa membawa kapal berlayar. Tapi kalau pemimpin bingung, kapal hanya berputar-putar. Kadang pemimpin bilang ke kanan, besok ke kiri, lusa terserah. Anggota pun bingung: ini kapal mau ke mana?

Lebih konyol lagi kalau pemimpinnya hobi menghilang. Tiba-tiba muncul lagi saat ada acara seremonial, lengkap dengan jas rapi, senyum ke kamera, lalu menghilang lagi. Pemimpin macam ini lebih mirip cameo sinetron: muncul sebentar, tapi sok penting.

Penutup: Saatnya Kembali ke Jalan yang Benar

Organisasi yang kehilangan arah itu ibarat GPS tanpa sinyal: muter-muter di bundaran, nggak sampai-sampai ke tujuan. Kalau awalnya lahir untuk memperjuangkan sesuatu yang mulia, ya jangan sampai tenggelam cuma karena formalitas rapat, sibuk bikin seremonial, atau rebutan jabatan receh.

Karena pada akhirnya, organisasi itu bukan soal siapa yang duduk di kursi paling empuk, atau siapa yang paling sering posting foto pakai jas almamater di medsos. Organisasi itu mestinya ruang belajar, ruang perjuangan, dan ruang solidaritas.

Jadi kalau sudah tersesat, ya jangan gengsi buat buka peta lagi. Ingat niat awal, balik ke arah perjuangan.

Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *