Jakarta, Kabarxxi.com – Kasus dugaan tindak pidana pemalsuan surat, penyerobotan dan penguasaan tanah tanpa hak yang ditangani oleh Direktorak Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri telah memasuki babak baru.
Salah satu saksi, RDW, yang menjabat sebagai Ketua Rukun Tetangga (RT) 25 pada medio tahun 2008 sampai dengan 2010, hadir dan memenuhi panggilan Penyidik guna dimintai keterangan sebagai saksi.
RDW dimintai keterangan terkait proses pengurusan permohonan penerbitan sertifikat milik Maxi Mokoginta Cs, yang merupakan terlapor dalam laporan polisi ini.
RDW mengaku hanya membantu Maxi Mokoginta memperoleh sertifikat atas sebidang tanah seluas 17,999 m2.
Namun, RDW juga menyatakan keterkejutannya karena pada permohonan itu tertulis nama Marthen Mokoginta sebagai pemohon, yang sudah dalam kondisi sakit dan tidak memungkinkan untuk melakukan aktifitas.
“Saya sempat heran, karena setahu saya pada saat itu Marthen sudah dalam kondisi sakit dan tidak memungkinkan untuk melakukan aktifitas, sehingga kemudian saya berinisiatif meminta klarifikasi kepada Marthen Mokoginta, namun yang bersangkutan justru menjawab ke saya agar saya tidak bertanya soal itu,” bebernya.
Selain itu, RDW juga menemukan bahwa surat keterangan penguasaan fisik yang diberikan oleh Maxi Mokoginta tidak cocok dengan sepengetahuannya tentang siapa yang menguasai fisik tanah tersebut.
Pihak yang selama ini menguasai fisik tanah sebagaimana yang dimaksud di dalam surat itu adalah Sdr. Eliezer, dan bukan Maxi Mokoginta.
Hal ini semakin membuat dirinya bingung, dan akhirnya ia mengajukan surat tersebut ke Kelurahan.
“Pada saat saya bertemu Pak Nini Mokodompit yang pada saat itu menjabat sebagai Lurah, saya sempat ditanya apakah tanah yang dimaksud aman, saya kemudian menjawab sekaligus mengingatkan kepada beliau bahwa setahu saya aman, tapi lebih baik dicek ulang ke kantor pertanahan supaya tidak terjadi masalah bagi kita di kemudian hari,” ungkapnya.
Advokat Jaka Maulana, S.H. dari LQ Indonesia Law Firm, selaku kuasa dari Sientje Mokoginta Cs. menanggapi penjelasan yang diberikan oleh RDW dalam proses pemeriksaan di tahap penyidikan.
Menurut Jaka, fakta-fakta yang telah didapat selama proses pemeriksaan semakin menguatkan tuduhan terhadap terlapor dalam laporan tersebut. Ia mengapresiasi kinerja penyidik atas progress dan perkembangan ini.
“Tergambar jelas dari keterangan saksi demi saksi perihal perbuatan dan keterlibatan para pihak untuk melakukan kejahatan ini, dan untuk itu kami mengapresiasi kinerja Penyidik atas progress dan perkembangan ini, mengingat sebelumnya peristiwa yang sama pernah ditangani oleh Penyidik pada Polda Sulut namun ternyata bertahun-tahun tidak pernah dapat diungkap,” kata Jaka (13/3/2023).
Jaka menambahkan bahwa keterangan saksi demi saksi telah memperlihatkan perbuatan dan keterlibatan para pihak dalam melakukan kejahatan ini. Namun, ketika disinggung mengenai keterangan RDW yang menyatakan bahwa dirinya pernah menandatangani surat keterangan penguasaan fisik yang diminta oleh Maxi Mokoginta, Jaka menjelaskan bahwa untuk menilai apakah perbuatan tersebut bisa dikualifikasikan sebagai tindak pidana atau bukan, maka harus ditemukan terlebih dahulu mens reanya.
“Soal itu kan sebenarnya kalau mau dipikir secara sederhana saja, seandainya surat keterangan itu tidak pernah ditandatangani, maka tidak pernah akan terbit sertifikat 2567 dan turunannya, sehingga masalah ini tidak akan pernah menjadi serumit seperti saat sekarang ini,” sambungnya.
Menurut Jaka, tidak bisa hanya oleh karena yang bersangkutan ikut menandatangani, kemudian disimpulkan bahwa yang bersangkutan juga merupakan bagian dari skema besar tindak pidana ini, meski pun pada umumnya, modus tindak pidana yang dilakukan mafia pertanahan memang tidak bisa dilakukan seorang diri.
“Kalau menurut kami sih soal tandatangan di surat itu masih perlu didalami melalui tahap pembuktian, meski pun memang tidak menutup kemungkinan seseorang yang awalnya diperiksa sebagai saksi kemudian ditingkatkan statusnya menjadi tersangka. Bagian itu kan sepenuhnya kewenangan Penyidik sepanjang didasarkan pada alat bukti yang cukup,” jelasnya.
Jaka juga menjelaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal dan berkoordinasi dengan pihak kepolisian guna menuntaskan perkara ini.
“Prinsipnya kami selaku kuasa hukum akan senantiasa mengawal proses penanganan perkara ini agar bisa segera mendapatkan kepastian hukum,” jelasnya.
Ia menaruh harapan besar kepada pihak kepolisian, dalam hal ini Dittipidum Bareskrim Polri agar segera mengungkap tuntas perkara ini.
Beberapa saksi yang seharusnya hadir dimintai keterangan belum dapat memenuhi panggilan, termasuk panggilan ke terlapor yang masih terkendala di pengirimannya.
Untuk itu, Jaka membuka kesempatan kepada masyarakat yang memiliki informasi berguna terkait perkara ini untuk dapat menghubungi hotline yang telah disediakan. Jaka berharap bahwa dalam waktu dekat, proses penanganan perkara ini dapat segera dilanjutkan.
“Untuk itu kami terbuka kepada masyarakat yang memiliki informasi berguna terkait perkara ini dapat menghubungi ke Hotline 0817-489-0999 Tangerang, 0818-0489-0999 Jakarta Pusat, 0817-9999-489 Jakarta Barat dan 0818-0454-4489 Surabaya. Mudah-mudahan dalam waktu dekat dapat segera dilanjutkan prosesnya,” tutup Jaka.