Jakarta, Kabarxxi.com – Dalam upaya memastikan integritas Pemilu 2024, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah menetapkan sanksi pidana bagi kepala desa yang secara sengaja memberikan keuntungan atau kerugian kepada peserta Pemilu.
Mereka yang melakukan tindakan tersebut dapat dihukum dengan penjara selama satu tahun dan didenda sebesar Rp12 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 490 UU Pemilu.
“Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12 juta,” bunyi pasal 490 UU Pemilu.
Undang-undang tersebut juga mengatur mengenai peran dan tanggung jawab kepala desa serta aparatur desa dalam menjelang Pemilu 2024.
Mereka dilarang untuk terlibat sebagai pelaksana atau tim kampanye dalam Pemilu tersebut, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 280 Ayat (2).
“Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan: (h) kepala desa, (i) perangkat desa, (j) anggota badan permusyawaratan desa,” bunyi Pasal 280 ayat 2 UU Pemilu.
Selain ketentuan tersebut, UU Pemilu juga mengatur larangan bagi kepala desa untuk menjadi pengurus partai politik serta terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah, sesuai dengan Pasal 29 UU Desa Nomor 6 Tahun 2014.
“Kepala desa dilarang menjadi (g) pengurus partai politik, (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah,” Bunyi poin (g) dan (j) Pasal 29 UU Desa.
Dikutip di laman resmi Bawaslu.go.id (26/6) Totok Hariyono Anggota Bawaslu menyatakan bahwa kepala desa, perangkat desa, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) seharusnya berperan sebagai pengayom untuk semua pihak menjelang Pemilu.
Mereka tidak diperbolehkan menjadi tim kampanye.
“Prinsipnya itu, jabatan perangkat desa, kepala desa itu kan harus mengayomi semuanya,” ucapnya.