Jakarta, Kabarxxi.com – Polda Sumut bakal mengejar aset-aset milik AKBP Achiruddin. Aset itu dikejar untuk membuktikan mantan Kabag Bin Ops Ditresnarkoba Polda Sumut tersebut terlibat dalam TPPU setelah dia menerima gratifikasi Rp 7,5 per bulan dari gudang solar ilegal milik PT Almira.
“Dugaan di awal bahwa saudara AH ada menerima gratifikasi uang sebesar Rp 7,5 juta dengan bervariasi ini akan croscheck dengan yang memberi. Itu akan menjadi pintu masuk untuk nanti kita kembangkan sebagai TPPU, karena kita juga akan mengejar aset-asetnya,” kata Dirreskrimsus Polda Sumut, Kombes Teddy Marbun, Selasa (2/5/2023) malam.
AKBP Achiruddin diketahui menjadi pengawas di gudang solar ilegal milik PT Almira yang berada di dekat rumahnya di Jalan Karya Dalam, Kota Medan. Achiruddin mengaku menerima uang sebesar Rp 7,5 juta per bulan untuk menjadi pengawas di gudang tersebut. Namun, pengakuan itu bakal dicek kebenarannya oleh petugas kepada PT Almira selaku pemberi gratifikasi.
Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Hadi Wahyudi mengatakan Achiruddin menjadi pengawas di gudang itu sejak tahun 2018.
“AH (Achiruddin) mengakui menerima uang dari pemilik gudang PT Almira sebagai jasa pengawas dari semenjak tahun 2018 hingga 2023 karena rumah yang bersangkutan berdekatan dengan gudang tersebut,” kata Hadi Sabtu (29/4).
Achiruddin Dipecat dari Polri
Majelis etik memutuskan untuk memecat AKBP Achiruddin sebagai anggota polri. Adapun hal yang memberatkan karena Achiruddin membiarkan penganiayaan itu terjadi, meski dirinya berada di lokasi kejadian.
“Tentu di sana ada dasar yang memberatkan, sebagai seorang anggota polri, tidak selayaknya dia membiarkan kejadian itu terjadi, itu yang utamanya,” ujar kata Kapolda Sumut, Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak.
Panca mengatakan sebagai seorang anggota Polri, AKBP Achiruddin seharusnya tidak membiarkan penganiayaan itu terjadi. Achiruddin harusnya melerai dan menyelesaikan permasalahan tersebut.
“Dia seharusnya harus bisa menyelesaikan dan mampu melerai kejadian tersebut. Namun, berdasarkan hasil sidang, majelis etik melihat tidak dilakukan yang seharusnya dan sepantasnya dilakukan,” kata Panca.
Oleh karena itu, majelis etik memutuskan untuk menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap Achiruddin. Dia terbukti melanggar Pasal 5, Pasal 8, Pasal 12 dan Pasal 13 sebagaimana tertera dalam Perpol No 7 Tahun 2022.
“Perbuatan saudara AH melanggar etika kepribadian yang pertama, yang kedua etika kelembagaan, dan etika kemasyarakatan. Tiga etika itu dilanggar, sehingga majelis kode etik memutuskan saudara AH untuk dilakukan pemberhentian dengan tidak hormat,” sebutnya.