Jakarta, Kabarxxi.com – Yenti Garnasih, seorang pakar tindak pidana pencucian uang, menyoroti aliran dana kejahatan yang mengalir ke partai dan pemilu untuk memengaruhi pemilihan pimpinan negara.
Menurutnya, siapa pun yang diusung oleh partai tersebut tidak selalu menjadi pelaku kejahatan, tetapi mereka dibiayai oleh para penjahat yang menyalurkan uang hasil kejahatan, yang merupakan posisi pencucian uang.
“Siapa yang dicalonkan bukan berarti mereka pelaku kejahatan. Mereka disumbang oleh para penjahat yang menyalurkan uang hasil kejahatannya, itu adalah posisi pencucian uangnya,” Kata Yenti dikutip dari program Satu Meja The Forum KompasTV (20/3/2023).
Hal ini menjadi dasar yang buruk bagi demokrasi Indonesia karena mengotori sistem demokrasi dan nantinya akan menyebabkan para penyumbang penjahat berlindung di balik pemimpin negara.
“Sehingga pemimpin negeri akan membuat kebijakan yang tidak mendukung penegakan hukum dan malah merugikan masyarakat,” ucapnya.
LQ Indonesia Lawfirm Menduga Partai Hanura Terima Uang Hasil Investasi Bodong
Raja Sapta Oktohari (RSO) direktur dan pemilik PT MPIP dan OSO Sekuritas, diduga melakukan penipuan investasi senilai 7,5 triliun rupiah dan merugikan sekitar 7.000 orang.
Raja Sapta Oktohari dilaporkan oleh puluhan korban melalui tiga laporan polisi di Polda Metro Jaya dan saat ini sedang dalam penyidikan.
Dalam penelusuran LQ Indonesia Lawfirm, ditemukan bahwa PT OSO Sekuritas dan PT Mahkota merupakan bagian dari OSO Grup yang berafiliasi dengan PT CPM Citra Putra Mandiri.
Dalam data Dirjen AHU, PT CPM merupakan perusahaan induk yang dimiliki oleh istri Oesman Sapta Odang (OSO) dan keempat anaknya.
Diduga, ada aliran dana yang gagal bayar pada tahun 2019 yang terkait dengan Partai Hanura oleh Oesman Sapta Odang, di mana OSO Grup didirikan untuk menopang dan menjadi sumber uang bagi kepentingan politik Oesman Sapta Odang.
LQ Indonesia Lawfirm menyarankan agar kepolisian, kejaksaan, dan KPK segera menangani kasus ini dan memeriksa Raja Sapta Oktohari dan Oesman Sapta Odang terkait aliran dana investasi bodong PT Mahkota dan OSO Sekuritas.
Bambang Hartono, SH, MH, selaku Kadiv Humas LQ Indonesia Lawfirm menyebutkan bahwa Kapolda Metro Jaya Fadil Imran sudah diminta berkali-kali untuk menyelesaikan laporan polisi di Polda Metro Jaya, namun hingga kini belum ada tindakan. Hal ini dianggap sebagai kegagalan dari kepolisian yang jauh dari harapan masyarakat.
“Tampak jelas, Kapolda Metro Jaya Fadil takut menindak Raja Sapta Oktohari, 3 LP di Fismondev Polda Metro Jaya, masih mandek sampai saat ini sudah 3 tahun berjalan. Memalukan sekali kinerja kepolisian yang jauh dari harapan masyarakat,” tutup Bambang.