Lamongan, Kabarxxi.com – Sebuah rumah tempat ibadah di Dusun Jirekan, Desa Balungtawun, Kecamatan Sukodadi, Lamongan, Jawa Timur, ditutup sementara karena berdiri di atas tanah sengketa.
Penutupan sementara tempat ibadah itu dilakukan pemerintah kecamatan berdasarkan fatwa dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Fatwa tersebut menyebutkan bahwa tanah yang masih dalam sengketa dilarang dipakai tempat beribadah dalam bentuk apa pun.
“Sesuai dengan fatwa dari FKUB, tempat ibadah yang masih dalam sengketa tidak diperkenankan untuk dipakai ibadah apa pun bentuknya,” ujar Camat Sukodadi, Ali Murtadho yang mendampingi warga di depan rumah ibadah itu, sebagaimana dilansir dari Surya Online, Minggu malam (16/4/2023).
Karena berdiri di atas tanah sengketa, rumah ibadah itu disesalkan warga. Akibatnya, warga mendatangi rumah ibadah itu dan meminta para jemaahnya pergi dengan baik-baik.
Lebih lanjut Ali menjelaskan, fatwa FKUB itu juga menyatakan bahwa pendirian tempat ibadah di atas tanah sengketa adaah tidak sah. Kemudian pihaknya bersama Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) Sukodadi melakuk pertemuan dan mediasi. Hasilnya tempat ibadah tersebut ditutup sementara.
Ia juga mengatakan, hingga saat ini belum ada kejelasan seperti apa yang akan dibangun di tanah sengketa itu karena memang belum ada izinnya.
“Menindaklanjuti fatwa FKUB tersebut, kami menutup tempat ibadah ini,” tandas Ali.
Ali mengatakan, tidak ada larangan bagi warga untuk beribadah asalkan berdiri di atas tanah yang statusnya sudah jelas.
Kalau statusnya sudah jelas, lanjut Ali, maka umat diperbolehkan kembali untuk beribadah di tempat tersebut.
“Kalau nanti semua syaratnya terpenuhi, silakan dipakai kembali,” tandasnya.
Sementara itu, salah satu toko masyarakat, Muhammad Kusnan, masih dilansir Surya Online, menyatakan bahwa ada ahli waris yang tidak setuju rumah ibadah di tanah tersebut difungsikan. Sebab, tanah tersebut masih jadi rebutan beberapa ahli waris.
Bahkan, kata Kusnan, ratusan warga membubuhkan tanda tangan menolak tempat ibadah tersebut.
“Sekitar 400 warga memberi tanda tangan untuk menolak pembangunan rumah ibadah ini. Sementara saya sendiri mendapat mandat dari dua ahli waris yang menolak,” katanya.